Rabu, 28 Januari 2015

OPERASI AIR ASIA : Berapa Biaya Operasinya dan Siapa Yang Membiayainya??



BERAPA triliun uang dihabiskan untuk keperluan operasi kemanusian dalam tragedi memilukan jatuhnya pesawat naas Air Asia QZ-8501 yang ditemukan terjerembab di Selat Karimata, Kalimantan Tengah?

Selain keterlibatan berbagai personi lintas instansi di Indonesia, sejumlah petugas negara- negara sahabat seperti Australia, Singapura, Malaysia, Rusia, Australia dan lainnya telah berjibaku mencari dan mengevakuasi jenazah dan bangkai pesawatnya.

Namun berapa banyak uang yang sudah dihabiskan? Hingga kini masih serba belum jelas. Tetapi seperti kita ketahui, biaya untuk puluhan Pesawat Udara, Kapal Laut, alat- alat canggih pendeteksi, biaya identifikasi (DVI), uang makan para petugas dari dalam dan luar negeri, plus biaya rumah sakit, ambulan, uang makan supir ambulannya dan lainnya, itu jelas tidak sedikit.

Lantas pertanyaannya. Siapa yang menanggung itu semua? Pemerintah Indonesia kah? Atau masing- masing negara yang terlibat menanggung sendiri biayanya? Atau semuanya ditanggung oleh manajemen Air Asia?


Diakui Kepala Basarnas FHB Soelistyo , pengeluaran paling banyak terletak pada biaya bahan bakar seluruh kapal maupun pesawat yang digunakan.

Meski, untuk kapal dan pesawat milik asing tidak akan masuk dalam hitungan. "Saya belum buat itungannya. Tapi bahan bakar memang paling besar," ungkapnya kemarin.

Hal itu tetap menjadi soal lantaran Basarnas tidak memiliki biaya operasional sebesar BNPB. Hingga saat ini pun, untuk setiap satuan operasi masih menggunakan dana dari kocek dari masing-masing satuan.

"Memang. Tapi nanti akan diiventarisir. Untuk BBM yang sudah terlanjur juga akan diganti dari bantuan skk migas," pungkasnya.

Menurut Ketua Komisi V Bidang Perhubungan DPR, Fary Djemy Francis, anggaran pencarian itu seluruhnya ditanggung oleh negara melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015.

Basarnas Ungkap Proses Terangkatnya 3 Jenazah Korban AirAsia"Kan apa yang Basarnas lakukan masih berkiatan dengan APBN," kata Fary di Kantor Basarnas, Jakarta, Senin 5 Januari 2015.

Menurut Fary, pada saat dia bertemu dengan Kepala Basarnas, Marsekal Madya FH Bambang Soelistyo, dia sempat mengeluhkan anggaran Basarnas yang terbatas.

sumber :

POLRI VS KPK : Akankah Menjadi Cecak VS Buaya versi 2

CALON KAPOLRI TERSANGKA: Polri Anggap Biasa Pernyataan Ketua KPK

Mabes Polri menilai proses penetapan Komjen Pol Budi Gunawan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tergesa-gesa .

"Dalam fit and proper test, Pak BG sudah sampaikan belum pernah diperiksa sebagai saksi," kata Kadivhumas Polri Irjen Pol Ronny F. Sompie, di Jakarta, Kamis (15/1/2015).

Pihaknya menilai penyelidikan-penyelidikan KPK terhadap suatu kasus selama ini biasanya berlangsung lama. Selain itu, apa yang dilakukan KPK dalam proses penetapan tersangka dalam suatu kasus biasanya sangat terbuka. "Tapi tidak demikian ketika KPK menetapkan Pak BG menjadi tersangka. Dipanggil sebagai saksi saja tidak," katanya.

Pihaknya juga mempertanyakan BG yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan penerima gratifikasi. Ia menilai janggal bila penerima gratifikasi dijadikan tersangka tanpa menetapkan si pemberi gratifikasi sebagai tersangka.

Hal ini menurut dia berbeda dengan kasus korupsi. Dalam penanganan kasus korupsi, tersangka bisa hanya satu orang.

"Menetapkan penerima gratifikasi sebagai tersangka tanpa menetapkan pemberi gratifikasi sebagai tersangka kan menimbulkan tanda tanya. Gratifikasi kan bukan melibatkan satu orang saja, berbeda jika kasus korupsi uang negara yang pelakunya bisa saja satu orang," katanya, seperti dikutip Antara.


Pada Selasa (13/1/2015), Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan calon Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap dari transaksi mencurigakan.

"Menetapkan tersangka Komjen BG (Budi Gunawan) dalam kasus tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan janji saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lain di Mabes Polri," kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK Jakarta.

KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Meski di tengah penetapan statusnya sebagai tersangka, Budi Gunawan tetap menjalani tes kelayakan dan kepatutan sebagai calon kapolri di Komisi III DPR pada Rabu (14/1).

Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin mengatakan sembilan fraksi yang hadir dalam rapat pleno komisi secara aklamasi menyetujui Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI.

Dia mengatakan kesepakatan sembilan fraksi itu mengangkat Budi Gunawan sebagai Kapolri, dan sekaligus memberhentikan Jenderal Pol Sutarman.

sumber :
http://kabar24.bisnis.com/read/20150116/16/391832/calon-kapolri-tersangka-polri-anggap-biasa-pernyataan-ketua-kpk

Efektifkah Penutupan Jalan Protokol Di Jakarta Untuk Mengurangi Kemacetan

Pro-Kontra Roda Dua Dilarang Melintas di Jalan Protokol

Repot, putar-putar cari jalan alternatif, dan menyusahkan. Mungkin itu sebagian keluhan warga Jakarta khususnya pengendara sepeda motor menanggapi aturan baru Pemerintah DKI Jakarta.
Pernyataan ini dilontarkan para bikers menanggapi larangan roda dua melintasi jalan protokol, seperti Bundaran Hotel Indonesia hingga Jalan Medan Merdeka Barat.

Kombes Pol Martinus Sitompul menilai kebijakan pelarangan kendaraan sepeda motor dibuat setelah pemerintah melakukan kajian-kajian. Sejauh ini, dia melihat efektivitas penerapan sebesar 30 persen untuk membantu terurainya simpul-simpul kemacetan.

"Tentu kebijakan itu hasil dari kajian-kajian selama ini. Kita berharap ada pengurangan kendaraan pribadi. Sejauh ini, efektifitas hampir 30 persen. Ini bisa membantu terurainya simpul-simpul kemacetan tersebut," kata Kombes Pol Martinus Sitompul.

Kebijakan penutupan jalan protokol di MH Thamrin hingga Merdeka Barat masih dalam tahap sosialisasi. Sosialisasi ini masih akan diberlakukan selama satu bulan ke depan.

Selama 24 jam dalam satu bulan satuan polisi akan terus melakukan pengarahan dan pemberitahuan kepada para pengendara motor.

Kendaraan roda dua yang boleh melintas di jalan protokol hanya hanya petugas kepolisian dan Patwal TNI yang bertugas mengawasi jalan protokol dari pengguna motor yang nekat melanggar.

http://fokus.news.viva.co.id/news/read/557486-pro-kontra-roda-dua-dilarang-melintas-di-jalan-protokol

Kamis, 22 Januari 2015

Pelarangan Tarif Pesawat Murah

JAKARTA – DPR memprotes kebijakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang menaikkan tarif batas bawah tiket pesawat. Jika sebelumnya 30 persen, kini tarif batas bawah 40 persen dari tarif batas atas. Menurut anggota dewan, kebijakan itu terburu-buru dan tidak mempertimbangkan keinginan rakyat.
Hal tersebut disampaikan anggota komisi V Bahrum Daido saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kemenhub, Selasa (13/1). Menurut legislator dari Partai Demokrat itu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan tidak paham dengan kebijakan penerbangan di Indonesia. Sebab, sebelum menjabat Menhub, Jonan merupakan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI). ”Sayangnya, orang di sekelilingnya pun tidak bisa memberikan masukan,” jelas Bahrum.
Dalam RDP kemarin, hampir seluruh ketua lembaga hadir. Antara lain, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI F. Henry Bambang Soelistyo, Ketua KNKT Tatang Kurniadi, serta Presiden Direktur PT AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko. Sayangnya, Menhub Ignasius tidak datang lantaran masih berada di Pangkalan Bun untuk mengurus proses evakuasi pesawat AirAsia.
Kritik keras atas keputusan Menhub juga disampaikan Muhidin Mohamad Said. Wakil rakyat dari Partai Golkar tersebut mengatakan, pemerintah seharusnya melihat lebih jauh mengenai program low cost carrier (LCC). Sebab, penerbangan murah memberikan keuntungan yang luar biasa pada dunia pariwisata di Indonesia. Ketika masuk musim liburan, banyak yang memanfaatkan pesawat terbang untuk pergi ke Bali atau destinasi wisata lain. ”Kalau gini wisata Indonesia akan rugi. Orang Indonesia lebih memilih berlibur ke luar negeri daripada di dalam negeri,” paparnya.
Ketua Komisi V Ferry Djemi Francis menjelaskan, kebijakan kenaikan tarif batas bawah itu akan dievaluasi ulang. Alasannya, kebijakan yang dikeluarkan Menhub tersebut terbukti tidak berbasis analisis pada penumpang.
Djemi menyatakan, Menhub tidak perlu gegabah dalam menyikapi insiden jatuhnya AirAsia QZ8501. Menurut dia, seorang menteri seharusnya berpikir panjang. Jangan langsung menyalahkan bahwa insiden itu disebabkan safetypesawat LCC yang kurang. ”Bukan safety, seharusnya dia melakukan investigasi. Mungkin ATC-nya yang lemah,” paparnya.
Lebih lanjut, Djemi berjanji me-review ulang kenaikan tarif batas bawah. Dalam waktu dekat komisi V kembali memanggil Jonan untuk menghadiri rapat kerja. ”Akan kami mintai pertanggungjawaban, mengapa kok tarif batas bawah dinaikkan,” tuturnya. 
Sementara itu, pengamat hukum transportasi Utomo Karim menuturkan, secara hukum memang pihak yang memiliki andil paling besar dalam kecelakaan itu adalah manajemen AirAsia.”Namun, itu tidak berarti hanya AirAsia yang bertanggung jawab. Sebab, sebenarnya banyak pihak lain yang turut bertanggung jawab,” ujarnya.
Kemenhub, misalnya, merupakan pihak yang lalai dalam mengawasi AirAsia hingga menimbulkan kecelakaan. Buktinya, Menhub Jonan memberikan sanksi kepada sejumlah pejabat Kemenhub. ”Ini menguatkan bahwa kesalahan juga dilakukan Kementerian Perhubungan,” paparnya.
Selanjutnya, Perum AirNav sebagai perusahaan yang mengatur navigasi penerbangan juga harus bertanggung jawab. Pasalnya, arah perjalanan pesawat AirAsia juga diatur AirNas tersebut. ”Jadi, ini bisa dibilang sebagai kesalahan bersama,” jelasnya.
Semua lembaga tersebut sebenarnya bisa diancam dengan pidana. Hal itu sesuai dengan KUHAP pasal 359 yang menyebut barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati diancam pidana penjara paling lama lima tahun. (aph/idr/c7/kim)
Sumber :